Thursday 20 March 2014

Laporan Tari Topeng Malangan



Sejarah Topeng Malangan

Cerita Panji ialah sebuah kumpulan cerita yang berasal dari Jawa periode klasik, tepatnya dari era Kerajaan Kediri. Isinya adalah mengenai kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya, yaitu Raden Inu Kertapati (atau Panji Asmarabangun) dan Dewi Sekartaji (atau Galuh Candrakirana). Konon Tari Topeng diciptakan oleh Airlangga yakni putra dari Darmawangsa Beguh di kerajaan Kediri.Ia kemudian menyebarkan seni tari itu sampai ke Kerajaan Singosari yang di pimpin oleh Ken Arok. Raja Singosari itu kemudian menggunakan tari topeng untuk upacara adat, drama tari yang terdiri dari kisah Ramayana, Mahabarata, dan Panji.

Berdasarkan beberapa catatan sejarah, Topeng Malang adalah sebuah kesenian kuno yang usianya lebih tua dari Kota Malang rumah tinggalnya kini. Berita tentang adanya istilah drama tari topeng atau atapukan dimuat dalam prasasti Jaha yang berangka tahun 762 Saka atau 840 masehi masih menggunakan sumber lakon dari Epos Ramayana gubahan dinasti raja-raja mataram Kuno abad VIII.

Pada masa kejayaan kerajaan Singasari sewaktu pemerintahan Kertanegara muncul cerita baru dalam seni pertunjukan Topeng yaitu Sastra Panji, abad XIII. Murgiyanto dan Munardi dalam penelitiannya menyebutkan bahwa awal mula dikenalnya tari topeng di wilayah Malang terjadi pada abad ke-13 Masehi, yaitu pada periode pemerintahan raja Kertanegara . Sejak saat itulah seni tari topeng yang berada di daerah Malang dinamakan sebagai tari Topeng Malang.

Adapun bukti mengenai keberadaan tari topeng di masa kerajaan Singosari adalah adanya relief di beberapa candi peninggalan kerajaan Singosari. Dalam relief tersebut para penari topeng memakai atribut endhong (sayap belakang), rapek (hiasan setengah lingkaran di depan celana, lazim juga disebut pedangan), bara-bara dan irah-irahan (mahkota) yang bentuknya sama dengan kostum tari topeng di masa sekarang.

Keterputusan sejarah tari topeng terjadi semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit oleh invasi kerajaan Demak ke Jawa Timur. Peralihan kekuasaan dari kerajaan Hindu-Jawa menjadi kekuasaan kerajaan Islam mengakibatkan seni tari topeng yang merupakan karya budaya Hindu-Jawa perlahan luntur dan kemudian hilang karena kerajaan-kerajaan yang menjadi kantong budaya kesenian ini mengubah haluan kultur-religiusnya menjadi kerajaan yang memeluk agama Islam.


PERBEDAAN LIMA KARAKTER





       1. Panji (Asmoro Bangun) : Golongan satria. Satria yang bijaksana,Mata keranjang, suka bertapa, pengabdian ke orang tua besar, digdaya, diam-diam menghanyutkan. Memakai atribut pedangan. Memiliki Jambang,Kumis,dan memiliki kekuatan yang digunakan untuk kebaikan.







  2. Dewi Sekartaji : Seorang putri kerajaan Kediri. Lemah lembut, rendah hati, feminin, bersikap pasrah. Penggambarannya mirip dengan tokoh Sumbadra. Memiliki Alis Nanggal Sepisan.






 3. Klono (Sewandono)  : golongan raksasa sombong, adigang-adigung , pethakilan , suka berkelahi, agresif, lugas, keras, pemimpin yang tegas. Dalam wayang kulit tokoh ini dianalogikan sebagai Rahwana. Memakai atribut endhong.Tokoh ini memiliki mata yang agak mendolo,kumis dan tokoh ini juga menguasai ilmu hitam.





         4. Bapang : sombong, licik, ahli strategi, hipokrit (munafik). Tokoh ini dianalogikan sebagai Dursosono (Kurawa). Memiliki Pandangan tajam, Hidung yang panjang,Memiliki kumis.





5. Gunung Sari : Golongan Satria, bersifat rendah hati (andhap). Berpengetahuan luas. Lemah lembut, Agak feminin, suka berdandan dan berkelana. Memakai atribut pedangan. Memiliki Mata sipit,alis nanggal sepisan, Tokoh ini disamakan dengan figur Samba, putra Batara Kresna.


Pelestari Topeng Malangan

    Salah satu pelestari topeng malangan di dusun kedungmonggo sanggar seni Asmoro Bangun Kecamatan Pakisaji kab. Malang, yang dipegang oleh keluarga mbah karimun, tapi berhubung mbah mun sudah sepuh dan sakit sakittan, kerajinan topeng diwariskan oleh istrinya mbah maryam  dan cucunya.






Berikut beliau Mbah karimun Pelestari Tari Topeng Malangan.

















Dan inilah proses pembuatan topeng malangan.











Suasana di sanggar seni asmorobangun










              Handoyo tidak hanya lihai mengukir kayu menjadi topeng sesuai karakter tokoh dalam seni wayang topeng malang, tetapi dia juga biasa memerankan tokoh utamanya dalam berbagai pentas. Handoyo, cucu almarhum Mbah Karimun, maestro topeng malang, memang ”mengemban tugas” untuk melestarikan kesenian yang telah diwariskan secara turun-temurun itu.


Di tempat itu pula Handoyo dan para penari berlatih menari sekaligus berpentas.Sementara di belakang gerai yang digunakan untuk memamerkan puluhan topeng dengan karakter berbeda-beda, terlihat pria yang memiliki nama lengkap Tri Handoyo itu tengah bekerja.
Handoyo kemudian bercerita, pembuatan topeng yang dia kerjakan bersama enam warga setempat itu semula hanya untuk memenuhi kebutuhan properti kesenian wayang topeng. Memang wayang topeng telah digeluti keluarga besar Handoyo secara turun-temurun.

       Kesenian wayang topeng sesungguhnya telah lama berkembang di Malang dan sekitarnya. Sebagian orang menyebut wayang topeng malang dengan wayang topeng malangan.

Nilai Humaniora dalam Tari Topeng Malang


         Gerakan lemah gemulai dengan wajah tertutup topeng dan aksesori yang beragam diiringi alunan gamelan seolah-olah mampu membawa penikmat kembali ke suasana masa lampau. Tari tradisional yang sarat nuansa spiritual ini menggambarkan nilai-nilai kehidupan yang luhur serta nilai-nilai tentang keselarasan hidup dengan alam dan dunia gaib. Itulah yang pertama kali tersirat dalam satu di antara kesenian kebanggaan Kota Malang, Jawa Timur, tari wayang topeng atau tari topeng.

Cerita Singkat Raden Panji


                Mengenai alur cerita yang dibawakan Purbatjaraka menyebutkan bahwa naskah Panji merupakan adaptasi dari cerita wayang Purwa sebagai induk penaskahan dari berbagai seni wayang yang ada di Indonesia (Mahabarata dan Ramayana). Asumsi ini muncul karena adanya kesamaan alur cerita antara keberadaan pihak Kiwo-tengen, pensifatan tokoh dan lain-lain. Hal ini diperkuat dengan data peneliti berdasarkan hasil wawancara dengan Sunari dan Kasnam yang membenarkan asumsi tersebut. Namun sampai sekarang belum ada peneliti yang berani memastikan proses pengadaptasian tersebut karena penaskahan cerita secara tertulis dalam pertunjukan tari Topeng Malang belum ditemukan dan adanya berbagai macam versi cerita meskipun dalam lakon yang sama. Ambiguitas keabsahan naskah cerita dikarenakan kesenian ini merupakan salah satu bentuk sastra lisan. Metode penyampaian ceritanyapun dengan berbagai media mulia dari tari, wayang wong, wayang gedog dan lainnya.

“Alkisah Raden Panji Asmarabangun adalah putera mahkota dan akan menggantikan kedudukan Ayahandanya sebagai raja. Sedangkan Galuh Candrakirana adalah puteri raja kerajaan Jenggala. Kedua putera dan puteri mahkota itu dijodohkan dalam rangka mempererat hubungan diplomatik kedua kerajaan. Sayangnya kedua anak raja tersebut menolak perjodohan ini, karena Raden Panji telah mempunya kekasih yang bernama Dewi Anggraini, puteri patih kerajaan Panjalu. Singkat cerita, sang Raja, ayah dari Raden Panji Asmarabangun memerintahkan untuk membunuh Dewi Anggraini karena dianggap menjadi penghalang bersatunya kedua putera puteri Raja. Setelah kematian Dewi Anggraini, Raden Panji Asmarabangun mencari Dewi Galuh Candrakirana untuk dinikahinya. Cerita berakhir dengan perkawinan Raden Panji Asmarabangun dan Dewi Galuh Candrakirana.”

               LETS SAVE OUR MALANG MASK DANCES !! :D
By :

Fark-Hand.blogspot.com